Total panas bumi RI mencapai 28.617 MW, baru dipakai 1.341 MW.
Budiawati
(Antara/ Novrian Arbi)
Dukungan itu disampaikan dalam peserta forum
workshop Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama United
Nation-Sustainable Development Solution Network (UN-SDSN).
"Dari
hasil workshop ini UN-SDSN sepakat untuk bekerja sama melahirkan
berbagai program yang bisa membantu Indonesia mencapai target
dekarbonisasi,” kata I.B Putra Prathama, Senior Advisory Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada penutupan workshop di Jakarta,
kemarin.
Forum itu menyepakati dekarbonisasi di sektor transportasi, energi, turisme, perkotaan dan pulau kecil.
Putra
mengatakan, peluang untuk menekan dekarbonisasi melalui sektor energi
cukup tinggi, karena Indonesia mempunyai sumber energi ramah lingkungan
yang sangat besar seperti panas bumi dan biofuel.
“Kita terbesar di dunia,” kata Putra.
Diperkirakan,
total panas bumi di Indonesia mencapai 28.617 Megawatt (MW) dan sampai
saat ini baru dimanfaatkan 1.341 MW. Indonesia masih kalah dibandingkan
Filipina yang telah memanfaatkan 1.904 MW panas bumi.
Menurut
Putra, peluang Indonesia meningkatkan penggunaan panas bumi terbuka
luas, setelah pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.21 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Panas Bumi.
Sedangkan untuk biofuel, lanjut
Putra, Indonesia mempunyai 11 spesies tanaman yang bisa diolah menjadi
biomassa untuk menghasilkan biofuel seperti etanol dan metanol.
“Sebagian besar dari spesies itu tidak terkait dengan tanaman pangan,” katanya.
Seperti diketahui,
Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk menurunkan tingkat
korbonisasi sampai 26 persen pada 2020 mendatang.
Untuk mencapai target itu, menurut leader council UN-SDSN, Mari
Pangestu, sektor energi bisa berperan cukup besar untuk penggunaan
sumber energi yang ramah lingkungan dan manajemen pengelolaan energi di
sektor transportasi, industri, gedung-gedung, sampai rumah tangga.
“Meski bukan penyumbang terbesar terhadap karbonisasi atau emisi CO2, sektor energi bisa berkontribusi," kata Mari.
Standar Listrik Kota
Mari menambahkan
Indonesia juga berpeluang untuk menurunkan emisi CO2 melalui penataan
perkotaan dan sumber energi di pulau-pulau kecil. Sampai saat ini,
Indonesia belum mempunyai standarisasi penggunaan listrik di perkantoran
atau gedung-gedung seperti negara lain.
Sementara, di kota-kota besar, 30 persen konsumsi listrik untuk perkantoran dan gedung-gedung.
Untuk
itu, ia mengajak penekanan konsumsi listrik dengan menerapkan
standarisasi untuk gedung-gedung melalui sistem sertifikasi.
"Bagi
mereka yang bisa mencapai standar tertentu akan diberi insentif,
sementara yang tidak bisa mencapai standar minimal dikenakan sanksi,”
kata mantan Menteri Parekraf ini.
Untuk kepulauan terpencil dan
pulau kecil,diharapkan pemerintah mendorong berdirinya pembangkit
listrik dengan sumber energi terbarukan atau ramah lingkungan sesuai
dengan kondisi masing-masing wilayah.
“Kita akan melakukan
pemetaan potensi dan UN-SDSN telah mendapat komitmen dari Skotlandia
sebagai negara yang mempunyai pengalaman luas di bidang ini siap
membantu Indonesia,” kata Mari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar